Latest News

Rabu, 15 Agustus 2018

21+ Contoh Puisi Hujan Kenangan Indah dan Kesedihan

Puisi Hujan – Hujan adalah fenomena alam turunnya air dari langit yang biasanya disertai dengan awan mendung. Hujan memiliki manfaat yang sangat luar biasa bagi kehidupan di bumi. Karena dengan adanya air hujan yang turun akan mencukupi kebutuhan mahluk hidup yang bergantung dengan air. Semua mahluk hidup membutuhkan air tak terkecuali kita sebagai manusia. Hujan adalah rahmat yang diberikan tuhan kepada kita yang membawa sejuta manfaat.

Namun bagi anak muda, hujan pasti menyimpan banyak kenangan. Entah itu kenangan masa kecil ataupun kenangan bersama pasangan. Hujan juga bisa mewakili kesedihan seseorang yang putus harapan hingga orang yang putus cinta. Nah, untuk menggambarkannya kita membutuhkan karya yang tidak asing lagi yaitu puisi. Yap, puisi bisa mewakili perasaan kita, disaat kita sedih, senang, bahagia kita bisa mencurahkan semuanya kedalam puisi.


Nah, bagi kalian yang sedang mencari puisi tentang hujan, saya sudah menyediakan puisi tema hujan lengkap yang bisa kalian gunakan untuk tugas sekolah ataupun yang lainnya. Berikut adalah 22 contoh puisi tentang hujan lengkap.

bungaraga.com

Katakan Pada Hujan
Bambang Priatna

Rasa ini begitu mistis
Bagai bayangan rembulan
Sebening bergoyang
Ritmis

Terbelak mata memandang pucat
Celoteh berangin, parau
Kerutkan pelepah
Retak

Sesaat lagi 'kan senja
Katakan pada hujan
Bukan rayuan
Semoga

Hujan
Arya '17

Senja
Tanpa warna
Hanya mendung kelabu
Seakan langit sedang berduka

Petir
Memekak telinga
Disertai gemuruh gaduh
Rona jingga tertutup jelaga

Hujan Tak Bermentari
Altar Cinta / hadi

Hangat
Tak bermentari
Dingin tak bersalju
Pada musim yang berlalu

Hujan
Waktunya menyapa
Sampai pada masanya
Musim yang telah datang

Rindu Bergelantung
Agung Wig Patidusa

Malam menapakkan hujan kesunyian
Sayup-sayup rerintik mengerang
Petir memerah
Hujam!

Nada kelam napas bersenandung
Hiruk canda menjauh
Lebih jauh
Dijauhkan

Rindu bergelantung antara hening
Mencekam jerat-jerat Nala
Beradu kebisingan
Memuakkan

Kala Sukma memendam tanya
Akankah kumala singgah?
Menghangat cinta
Bertika

Sauh lusuh tak berlabuh
Menanti kasih terbasuh
Nyata bersentuh
Terengkuh

Kerinduanku
Ibenk Campret

Malam ini aku merindukanmu
Seperti rerumpun rumput
Nantikan hujan
Membasah

Bagai kehausan tengah sahara
Terkapar pula kerinduanku
Mengharap kasih
Darimu

Sayang
Datanglah padaku
Meski hanya sekejap
Cukuplah sebagai pelepas rinduku

Bagiku
Hanya dirimu
Yang mampu melenakanku
Ciptakan damai menyejuk jiwaku

Rindu Yang Bercadar
Bambang Priatna

Tolong ambilkan saputangan putih
Itu pemberianmu dulu
Saatku terbasah
Bersamamu

Kauusapkan kening mengayun lembut
Kuhanya terpejam menikmati
Seraya bayi
Tersayang

Dalam kobaran lentera kecil
Rintik masih terdengar
Malam terbuai
Kehangatan

Namun kini, hujan memelas
Tiada pengusap, rindu
Hanya helaan
Berkaca

Embun Jatuh Di Lamomea
Ibnu Nafisah

Fajar gelepar setelah malam
Usai hujan menghujam
Brigjend Katamso
Mengaso

Portal
Keringat nakal
Telanjang beku membinal
Celaka. Pos tertawa membrutal

Genderang mengerang tiga kali
Sial. Nyamur menghambur
Melingsir berkali-kali
Kumelacur

Kuning
Bawah lampu
Teriakan sepi kelening
Serulah panggilan hening beku

Embun jatuh di Lamomea
Memenjara jiwa anoa
Bungkam makian
Seruan-seruan

Gerbang
Terkubur sunyi
Pekat senyap menerjang
Lamomea terdiam dan sembunyi

Kerinduanku
Ibenk Campret

Merangkum gugusan jemari hari
Memutar kenangan lalu
Membakar rindu
Padamu

Dengarlah
Angin bernyanyi
Membawa rindu untukmu
Yang membeku membiru batu

Mungkin rembulan terlalu sunyi
Tuk kabarkan kerinduanku
Terhalang hujan
Memanjang

Dingin
Berselimut sunyi
Menunggu kabar tentangmu
Bahagiakah atau sengsara, entahlah

Mama
Ibnu Nafisah

Mamaku
Seonggok tanah
Darinya batang bertumbuh
Berdaun berbiji lalu berbunga

Sebagian hidupnya hitam berbatu
Kerikil tajam memenuhi
Patera merandu
Menggelayuti

Wajahnya
Berukir makna
Tempahan musim cuaca
Guratan kemarau hujan mendera

Ketika banjir datang meradang
Luka resah menghadang
Mengikis tangis
Meringis

Panas
Rekah memecah
Kering ronta mengganas
Melukai kadang rontok mendesah

Dipeluknya pohon rindu cintanya
Menidurkan seraya merayu
Membelai menyusu
Mendekapnya

Inangku
Selahan butala
Rahimnya terlahir aku
Sepohon ranting asa buana

Menembus Debu dan Angin
Rayhandi

Terjun dari sam'a biru
Menembus debu dan angin
Hinggap di julangan akar hijau
Masuk menyeruak ke kayu akar

Membekukan sepi hingga embun
Memberi minum hijau yang kering
Mengganti layu menjadi segar
Mengganti gersang menjadi basah

Saat tiba di ujung jalan
Rintik jatuh memecah tanah
Melayang memukul hampa
Membawa semua dingin ke tempat kekasih berada.

Musim Hujan
Rayhandi

Di sini hujan kasih
Berbalut selimut menghangat raga
Dingin terasa hingga sampai ke tangan
Merambah mencari celah

Hujan kali ini begitu berbeda
Berbeda karena di ujung malam
Sepi mencekam bosan
Bermain kantuk membutakan mata

Aku masih di sini
Masih menjadi beku yang tak hangat
Terasa sesak takkala tertatap
Mungkin dingin menjadi penawar

Atap dan daun rimbun jadi saksi
Bahwa bening mencumbu hijau
Terlarut basah meninggal subur
Penawar di musim kemarau.

Aku Suka Hujan
Rayhandi

Aku suka hujan
Ia mengingatkanku pada ratap
Ia mengikatku pada kasih
Ia menyeretku pada senja

Aku suka hujan
Basahnya mengoyak jiwaku
Basahnya melarutkan dukaku
Basahnya menyamari airmataku

Aku suka hujan
Dulu di bawah hujan
Cerita indah ku tulis
Bersama ia yang takhenti mengais

Aku suka hujan
Dengannya ratusan sajak ku kutat
Ribuan kata tergiang di tempurung otak
Milyaran bayang berjalan di sana

Aku suka hujan
Karena di setiap air yang jatuh
Ku ikat sepucuk doa kecil
Jatuh ke bumi membawa semuanya.

Terima Kasih Hujan
Rayhandi

Terima kasih hujan
Berkatmu kami tak kekeringan
Berkatmu kami bisa meneguk air
Berkatmu kami sehat

Terima kasih hujan
Berkatmu kami basah
Kami tak gersang
Kami selamat dari kekeringan

Terima kasih hujan
Karena guyuranmu
Tanaman tanaman hilang dari kering
Terima kasih hujan

Terima kasih hujan
Tanaman petani subur basah
Air di sumur banyak meruah
Semuanya karenamu hujan

Terima kasih hujan
Terima kasih kau telan turun
Semua hijau, air, katak besyukur
Karenamu mereka hidup
Terima kasih.

Kenangan di Basah Hujan
Rayhandi

Di basah itu memori tersangkut
Menyanyut ingat membara bayang
Terlihat warna di pucuk mata
Kurasa memori menari bernyanyi berputar

Masih teringat olehku
Kenyataan yang menggenggam
Hangat menguar melawan dingin
Terbawa sampai ke hulu hati

Aku tak ingin melupa
Rasa di bidang merah masih menyenja
Di bayang barat rasa itu kugantung
Bersama hujan ia melebur

Hujannya deras terasa
Merangkak mencari celah
Batu keras memukulku
Tergiang ingin mengapak

Aku belum larut menjadi abu
Aku masih menjadi ingatan yang takkan raib
Menjadi sepertiga kenangan yang hidup di hujan malam
Aku masih menjadi cerita untuk hari ini dan selamanya.

Hujan Malam Ini

hujan malam ini
menetes dari pipimu
mengalir di pelupuk sunyi
membasahi detak waktu

jejak-jejak
menulis sajak
di hujan malam ini
air matanya sendiri

barangkali matamu dan mata hujan
adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan
serupa api kepada abu
seperti aku kepada kamu

Disaat Hujan di Suatu Sore

ditabur hujan kesunyian sore ini
menderas pada getar kata
sajak-sajak ditulis menepis sepi
melebur jarak dirinya

bunga-bunga tumbuh
di antara jendela, kursi, dan meja
pasti dikenalnya rindu
merekah pada nafasmu

ujung-ujung jari yang sedari dulu
menyentuhnya
melebur pada detak waktu

Saat Merindumu

merindumu adalah menemu sunyi
seperti gerimis menjumpai tangis
serupa puisi;
sebait kata pada tubuh sepi
dirinya sendiri

merindumu adalah menemu sunyi
seperti detak dalam tubuh sajak
serupa bunyi;
rima yang tak henti-henti
menyeru namanya sendiri

Hujan ini Turun Lagi

hujan ini turun lagi
untuk yang kesekian kali
mengingatkanmu
mengingatkanku
tentang rintik
soal waktu yang sedetik

hujan ini turun lagi
menetesi kedua pipi
membasahimu
membasahiku
tentang kenang
soal airmata yang berlinang

hujan ini turun lagi
dari kata yang kau namakan puisi
namamu
namaku
tentang cinta
soal rasa yang pernah singgah

hujan ini turun lagi
membekas di lubuk hati

Anggap Saja Hujan ini Adalah Aku

anggap saja hujan ini adalah kenangan,
meski rintik yang sedetik, tapi mampu
mengingatkan

anggap saja hujan ini adalah kerinduan,
meski rintik yang setitik, tapi mampu
mempertemukan

anggap saja hujan ini adalah aku,
meski sudah tak lagi deras, tapi tetap
membekas

Aku Rindu Hujan

aku rindu hujan
ditiap-tiap tetesan;
pada matamu
langit kesunyian

aku rindu hujan
ditiap-tiap percikan;
pada detakmu
gemuruh keheningan

aku rindu dirimu
ditiap-tiap hujan;
pada namamu
menderas kerinduan

Hujan Membawa Kenangan

Kenapa aku suka pada hujan?

Kerana ia membawa kelam yang gelap
Kerana ia membawa gelap yang redup
Kerana ia membawa redup yang sayup
Kerana ia membawa basah yang kuyup
Kerana ia membawa bayu yang bertiup…

Tidak!

Bukan begitu..
Jadi kenapa?

Tapi kerana

Ia memberi aku warna
Ia memberi aku bahagia
Ia memberi aku cinta
Ia memberi aku ‘dia’

Masihkah kau ingat ?

Hujan mempertemukan kita
Hujan menyatukan mereka
Hujan mengiringi langkah kita
Hujan menyertai tawa mereka

Aku suka hujan,

bersama hujan kita berlari mengenali diri
bersama hujan kita melirik penuh erti
bersama hujan kita tersenyum dalam hati
bersama hujan kita mengenal cinta sejati

aku suka hujan,

dari tiap butirnya aku belajar tentang kerinduan
lalu basahlah aku dalam kenangan
dari tiap titisnya aku belajar tentang cinta
lalu hanyutlah aku dalam kebahagiaan

aku suka hujan,
lalu kau???
Masihkah menyimpan kesukaan yang sama?

Saat kau memimpin tangan ku
Saat kau memayungi ku
Saat kau merenungku
Saat kau memberiku cinta

Hujan ada bersama-sama

Saat aku menerima cinta
Saat aku menjeling mesra
Saat aku hapuskan derita
Saat aku tinggalkan lara

Hujan ada bersama-sama

Saat kita dibuai kerinduan
Saat kita dihanyut percintaan
Saat kita dalam keriangan
Saat kita jalan bersisian

Hujan ada bersama-sama

Kerana itu aku suka hujan
Hujan membawa kau kepada ku
Dan harapku kau masih menyukai hujan
Kerana dalam hujan ada….

Kau
Aku
Kita
kenangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post