Latest News

Kamis, 19 Juli 2018

39+ Kumpulan Puisi Karya Kahlil Gibran


Kahlil Gibran - Kahlil Gibran adalah seorang sastrawan yang lahir di Lebanon pada 6 Januari 1883 dan meninggal di New York City, Amerika Serikat, 10 April 1931 pada umur 48 tahun. Beliau adalah seorang seniman, penyair dan penulis yang mempunyai aliran romantik yang memadukan budaya timur dan barat. Karyanya sudah banyak terkenal di berbagai belahan dunia dan karya yang paling populer adalah bukunya yang berjudul The Prophet.

Saat masih kecil Kahlil Gibran tinggal di Bsharri bersama dengan kedua orang tuanya dan kedua saudara perempuannya. Daerah yang ia tinggali itu terkenal dengan daerah yang sering tertimpa bencana alam yang terus melanda yang kelak akan menginspirasi Kahlil Gibran untuk membuat karya karya mengenai alam.

Hingga pada umur 10 tahun Kahlil Gibran bersama keluarganya pindah ke Boston, Massachusetts, Amerika Serikat karena kesuitan ekonomi di Lebanon. Di Amerika ia mulai belajar seni dan memulai karier sastra. Ia bersekolah umum di Boston. Dua tahun bersekolah di sana bakat kesastraan dan melukisnya mulai menonjol sejak bersekolah di sekolah umum di Boston pada tahun 1895-1897.

Sumber : Google Image
Puisi Ke 1 : Cinta: Kesatuan
(Kahlil Gibran)

Suatu hari engkau bertanya kepadaku,
manakah yang lebih penting bagimu
hidupku atau hidupmu?

Aku berkata, hidupku
lalu engkau pergi tinggalkan aku,

Tanpa kau tahu
Engkaulah sejatinya hidupku itu

Puisi Ke 2 : Dari The Forerunner
 (Kahlil Gibran)

Mereka berkata tentang serigala dan tikus
Minum di sungai yang sama
Di mana singa melepas dahaga

Mereka berkata tentang helang dan hering
Menghujam paruhnya ke dalam bangkai yg sama
Dan berdamai ¨C di antara satu sama lain,
Dalam kehadiran bangkai ¨C bangkai mati itu

Oh Cinta, yang tangan lembutnya
mengekang keinginanku
Meluapkan rasa lapar dan dahaga
akan maruah dan kebanggaan,
Jangan biarkan nafsu kuat terus menggangguku
Memakan roti dan meminum anggur
Menggoda diriku yang lemah ini
Biarkan rasa lapar menggigitku,
Biarkan rasa haus membakarku,
Biarkan aku mati dan binasa,
Sebelum kuangkat tanganku
Untuk cangkir yang tidak kau isi,
Dan mangkuk yang tidak kau berkati.

Puisi Ke 3 : Jatuh Cinta Padamu
 (Kahlil Gibran)

Mempesonanya kamu
Menyungging senyummu
Menghiasi raut wajahmu
Mendiamkan detak jantungku
Mataku jadi pencuri senyummu
Yang menghantam jantungku
Bingung tak menentu
Dengan kehadiranmu
Mungkinkah menerimaku
Kutakut kehilanganmu
Bila kau tahu perasaanku
Yang jatuh cinta padamu

Puisi Ke 4 : Pandangan Pertama
 (Kahlil Gibran)

Itulah saat yang memisahkan aroma kehidupan dari kesadarannya.
Itulah percikan api pertama yang menyalakan wilayah-wilayah jiwa.
Itulah nada magis pertama yang dipetik dari dawai-dawai perak hati manusia.
Itulah saat sekilas yang menyampaikan pada telinga jiwa tentang risalah hari-hari
yang telah berlalu dan mengungkapkan karya kesadaran yang dilakukan
malam, menjadikan mata jernih melihat kenikmatan di dunia dan menjadikan
misteri-misteri keabadian di dunia ini hadir.
Itulah benih yang ditaburan oleh Ishtar, dewi cinta, dari suatu tempat yang tinggi.
Mata mereka menaburkan benih di dalam ladang hati, perasaan
memeliharanya, dan jiwa membawanya kepada buah-buahan.
Pandangan pertama kekasih adalah seperti roh yang bergerak di permukaan
air mengalir menuju syurga dan bumi.
Pandangan pertama dari sahabat
kehidupan menggemakan kata-kata Tuhan, Jadilah, maka terjadilah ia

Puisi Ke 5 : Nyanyian Sukma
 (Kahlil Gibran)

Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata; sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku, Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ; ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya, dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.
Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?
Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Karena aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.
Pabila kutatap penglihatan batinku
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.
Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya, Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan.
Air mataku menandai sendu Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahasia mawar layu.
Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkirkan oleh kebisingan,
Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan, Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesadaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.
Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan Kain atau Esau manakah yang mampu membawakannya berkumandang? Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya? Kidung itu tersembunyi bagai rahasia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?
Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam?
Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian? Siapa berani memecah sunyi dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?
Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?
Kahlil Gibran
Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata; sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku, Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ; ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya, dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.
Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkberbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?
Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Karena aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.
Pabila kutatap penglihatan batinku
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.
Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya, Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan.
Air mataku menandai sendu Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahasia mawar layu.
Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkirkan oleh kebisingan,
Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan, Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesadaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.
Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan Kain atau Esau manakah yang mampu membawakannya berkumandang? Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya? Kidung itu tersembunyi bagai rahasia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?
Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam?
Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian? Siapa berani memecah sunyi dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?
Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?

Puisi Ke 6 : Cinta Yang Agung
(Kahlil Gibran)

Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata Aku
turut berbahagia untukmu
Apabila cinta tidak berhasilbebaskan dirimu
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas lagi ..
Ingatlahbahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..
tapi..ketika cinta itu mati..kamu tidak perlu mati
bersamanya
Orang terkuat bukan mereka yang selalu menang..
melainkan mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh
Kahlil Gibran
Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata Aku
turut berbahagia untukmu
Apabila cinta tidak berhasilbebaskan dirimu
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas lagi ..
Ingatlahbahwa kamu mungkmenemukan cinta dan
kehilangannya..
tapi..ketika cinta itu mati..kamu tidak perlu mati
bersamanya
Orang terkuat bukan mereka yang selalu menang..
melainkan mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh

Puisi Ke 7 : Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?
(Kahlil Gibran)

ketika kita menangis?
ketika kita membayangkan?
Ini karena hal terindah di dunia TIDAK TERLIHAT­
Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskan..
Ada orang-orang yang tidak ingin kita tinggalkan­
Tapi ingatlah­
melepaskan BUKAN akhir dari dunia..
melainkan awal suatu kehidupan baru..
Kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis,
Mereka yang tersakiti,
mereka yang telah mencari­
dan mereka yang telah mencoba..
Karena MEREKALAH yang bisa menghargai
betapapentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka­

Puisi Ke 8 : 7 Alasan Mencela Diriku
 (Kahlil Gibran)

Tujuh kali aku pernah mencela jiwaku,
pertama kali ketika aku melihatnya lemah,
padahal seharusnya ia bisa kuat.

Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket
dihadapan orang yang lumpuh

Ketiga kali ketika berhadapan dengan pilihan yang sulit dan mudah
ia memilih yang mudah

Keempat kalinya, ketika ia melakukan kesalahan dan cuba menghibur diri
dengan mengatakan bahawa semua orang juga melakukan kesalahan

Kelima kali, ia menghindar kerana takut, lalu mengatakannya sebagai sabar

Keenam kali, ketika ia mengejek kepada seraut wajah buruk
padahal ia tahu, bahawa wajah itu adalah salah satu topeng yang sering ia pakai

Dan ketujuh, ketika ia menyanyikan lagu pujian dan menganggap itu sebagai suatu yang bermanfaat

Puisi Ke 9 : Aku Bicara Perihal Cinta
 (Kahlil Gibran)

Apabila Cinta Memberi Isyarat Kepadamu, Ikutilah Dia,
Walau Jalannya Sukar Dan Curam.
Dan Pabila Sayapnva Memelukmu Menyerahlah Kepadanya.
Walau Pedang Tersembunyi Di Antara Ujung-Ujung Sayapnya Bisa Melukaimu.

Dan Kalau Dia Bicara Padamu Percayalah Padanya.
Walau Suaranya Bisa Membuyarkan Mimpi-Mimpimu Bagai Angin Utara Mengobrak-Abrik Taman.
Karena Sebagaimana Cinta Memahkotai Engkau, Demikian Pula Dia
Kan Menyalibmu.

Sebagaimana Dia Ada Untuk Pertumbuhanmu,
Demikian Pula Dia Ada Untuk Pemangkasanmu.
Sebagaimana Dia Mendaki Kepuncakmu,
Dan Membelai Mesra Ranting-Rantingmu Nan Paling Lembut Yang Bergetar Dalam Cahaya Matahari.

Demikian Pula Dia Akan Menghunjam Ke Akarmu,
Dan Mengguncang-Guncangnya Di Dalam Cengkeraman Mereka Kepada Kami.
Laksana Ikatan-Ikatan Dia Menghimpun Engkau Pada Dirinya Sendiri.
Dia Menebah Engkau Hingga Engkau Telanjang.
Dia Mengetam Engkau Demi Membebaskan Engkau Dari Kulit Arimu.
Dia Menggosok-Gosokkan Engkau Sampai Putih Bersih.
Dia Merembas Engkau Hingga Kau Menjadi Liar;
Dan Kemudian Dia Mengangkat Engkau Ke Api Sucinya.
Sehingga Engkau Bisa Menjadi Roti Suci Untuk Pesta Kudus Tuhan.
Semua Ini Akan Ditunaikan Padamu Oleh Sang Cinta,
Supaya Bisa Kaupahami Rahasia Hatimu,
Dan Di Dalam Pemahaman Dia Menjadi Sekeping Hati Kehidupan.

Namun Pabila Dalam Ketakutanmu,
Kau Hanya Akan Mencari Kedamaian Dan Kenikmatan Cinta.
Maka Lebih Baiklah Bagimu,
Kalau Kaututupi Ketelanjanganmu,
Dan Menyingkir Dari Lantai-Penebah Cinta.
Memasuki Dunia Tanpa Musim Tempat Kaudapat Tertawa,
Tapi Tak Seluruh Gelak Tawamu,
Dan Menangis,
Tapi Tak Sehabis Semua Airmatamu.

Cinta Tak Memberikan Apa-Apa Kecuali Dirinya Sendiri,
Dan Tiada Mengambil Apa Pun Kecuali Dari Dirinya Sendiri.
Cinta Tiada Memiliki,
Pun Tiada Ingin Dimiliki;
Karena Cinta Telah Cukup Bagi Cinta.

Pabila Kau Mencintai Kau Takkan Berkata,
Tuhan Ada Di Dalam Hatiku,
Tapi Sebaliknya, Aku Berada Di Dalam Hati Tuhan.
Dan Jangan Mengira Kaudapat Mengarahkan Jalannya Cinta,
Sebab Cinta,
Pabila Dia Menilaimu Memang Pantas,
Mengarahkan Jalanmu.

Cinta Tak Menginginkan Yang Lain Kecuali Memenuhi Dirinya.
Namun Pabila Kau Mencintai Dan Terpaksa Memiliki Berbagai Keinginan,
Biarlah Ini Menjadi Aneka Keinginanmu:
Meluluhkan Diri Dan Mengalir Bagaikan Kali,
Yang Menyanyikan Melodinya Bagai Sang Malam.

Mengenali Penderitaan Dari Kelembutan Yang Begitu Jauh.
Merasa Dilukai Akibat Pemahamanmu Sendiri Tenung Cinta;
Dan Meneteskan Darah Dengan Ikhlas Dan Gembira.
Terjaga Di Kala Fajar Dengan Hati Seringan Awan,
Dan Mensyukuri Hari Haru Penuh Cahaya Kasih;
Istirah Di Kala Siang Dan Merenungkan Kegembiraan Cinta Yang Meluap-Luap;
Kembali Ke Rumah Di Kala Senja Dengan Rasa Syukur;
Dan Lalu Tertidur Dengan Doa Bagi Kekasih Di Dalam Hatimu,
Dan Sebuah Gita Puji Pada Bibirmu

Puisi Ke 10 : Anak
 (Kahlil Gibran)

Dan seorang perempuan yang menggendong bayi dalam dakapan dadanya berkata, Bicaralah pada kami perihal Anak.

Dan dia berkata:
Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka dilahirkan melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan fikiranmu
Kerana mereka memiliki fikiran mereka sendiri
Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka
Kerana jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi
Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan cuba menjadikan mereka sepertimu
Kerana hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu

Engkau adalah busur-busur tempat anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan
Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia merenggangkanmu dengan kekuatannya, sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh.
Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan
Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai busur teguh yang telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan.

Puisi Ke 11 : Antara Pagi Dan Malam Hari
 (Kahlil Gibran)

TENANGLAH hatiku, kerana langit tak pun mendengari
Tenanglah, kerana bumi dibebani dengan ratapan kesedihan.
Dia takkan melahirkan melodi dan nyanyianmu.
Tenanglah, kerana roh-roh malam tak menghiraukan bisikan rahsiamu, dan bayang-bayang tak berhenti dihadapan mimpi-mimpi.
Tenanglah, hatiku. Tenanglah hingga fajar tiba, kerana dia yang menanti pagi dengan sabar akan menyambut pagi dengan kekuatan. Dia yang mencintai cahaya, dicintai cahaya.
Tenanglah hatiku, dan dengarkan ucapanku.

DALAM mimpi aku melihat seekor murai menyanyi saat dia terbang di atas kawah gunung berapi yang meletus.
Kulihat sekuntum bunga Lili menyembulkan kelopaknya di balik salju.
Kulihat seorang bidadari telanjang menari-menari di antara batu-batu kubur.
Kulihat seorang anak tertawa sambil bermain dengan tengkorak-tengkorak.
Kulihat semua makhluk ini dalam sebuah mimpi. Ketika aku terjaga dan memandang sekelilingku, kulihat gunung berapi memuntahkan nyala api, tapi tak kudengar murai bernyanyi, juga tak kulihat dia terbang.
Kulihat langit menaburkan salju di atas padang dan lembah, dilapisi warna putih mayat dari bunga lili yang membeku.
Kulihat kuburan-kuburan, berderet-deret, tegak di hadapan zaman-zaman yang tenang. Tapi tak satu pun kulihat di sana yang bergoyang dalam tarian, juga tidak yang tertunduk dalam doa.
Saat terjaga, kulihat kesedihan dan kepedihan; ke manakah perginya kegembiraan dan kesenangan impian?
Mengapa keindahan mimpi lenyap, dan bagaimana gambaran-gambarannya menghilang? Bagaimana mungkin jiwa tertahan sampai sang tidur membawa kembali roh-roh dari hasrat dan harapannya?

DENGARLAH hatiku, dan dengarlah ucapanku.
Semalam jiwaku adalah sebatang pohon yang kukuh dan tua, menghunjam akar-akarnya ke dasar bumi dan cabang-cabangnya mencekau ke arah yang tak terhingga.
Jiwaku berbunga di musim bunga, memikul buah pada musim panas. Pada musim gugur kukumpulkan buahnya di mangkuk perak dan kuletakkannya di tengah jalan. Orang-orang yang lalu lalang mengambil dan memakannya, serta meneruskan perjalanan mereka.

KALA musim gugur berlalu dan gita pujinya bertukar menjadi lagu kematian dan ratapan, kudapati semua orang telah meninggalkan diriku kecuali satu-satunya buah di talam perak.
Kuambil ia dan memakannya, dan merasakan pahitnya bagai kayu gaharu, masam bak anggur hijau.
Aku berbicara dalam hati,Bencana bagiku, kerana telah kutempatkan sebentuk laknat di dalam mulut orang-orang itu, dan permusuhan dalam perutnya.
 Apa yang telah kaulakukan, jiwaku, dengan kemanisan akar-akarmu itu yang telah meresap dari usus besar bumi, dengan wangian daun-daunmu yang telah meneguk cahaya matahari?
Lalu kucabut pohon jiwaku yang kukuh dan tua.
Kucabut akarnya dari tanah liat yang di dalamnya dia telah bertunas dan tumbuh dengan subur. Kucabut akar dari masa lampaunya, menanggalkan kenangan seribu musim bunga dan seribu musim gugur.
Dan kutanam sekali lagi pohon jiwaku di tempat lain.
Kutanam dia di padang yang tempatnya jauh dari jalan-jalan waktu. Kulewatkan malam dengan terjaga di sisinya, sambil berkata,Mengamati bersama malam yang membawa kita mendekati kerlipan bintang.
Aku memberinya minum dengan darah dan airmataku, sambil berkata,Terdapat sebentuk keharuman dalam darah, dan dalam airmata sebentuk kemanisan.
Tatkala musim bunga tiba, jiwaku berbunga sekali lagi.

PADA musim panas jiwaku menyandang buah. Tatkala musim gugur tiba, kukumpulkan buah-buahnya yang matang di talam emas dan kuletakkan di tengah jalan. Orang-orang melintas, satu demi satu atau dalam kelompok-kelompok, tapi tak satu pun menghulurkan tangannya untuk mengambil bahagiannya.
Lalu kuambil sebuah dan memakannya, merasakan manisnya bagai madu pilihan, lazat seperti musim bunga dari syurga, sangat menyenangkan laksana anggur Babylon, wangi bak wangi-wangian dari melati.
Aku menjerit,Orang-orang tak menginginkan rahmat pada mulutnya atau kebenaran dalam usus mereka, kerana rahmat adalah puteri airmata dan kebenaran putera darah!
Lalu aku beralih dan duduk di bawah bayangan pohon sunyi jiwaku di sebuah padang yang tempatnya jauh dari jalan waktu.

TENANGLAH, hatiku, hingga fajar tiba.
Tenanglah, kerana langit menghembus bau hamis kematian dan tak bisa meminum nafasmu.
Dengarkan, hatiku, dan dengarkan aku bicara.
Semalam fikiranku adalah kapal yang terumbang-ambing oleh gelombang laut dan digerakkan oleh angin dari pantai ke pantai
Kapal fikiranku kosong kecuali untuk tujuh cawan yang dilimpahi dengan warna-warna, gemilang berwarna-warni.
Sang waktu datang kala aku merasa jemu terapung-apungan di atas permukaan laut dan berkata,
Aku akan kembali ke kapal kosong fikiranku menuju pelabuhan kota tempat aku dilahirkan.
Tatkala kerjaku selesai, kapal fikiranku
Aku mulai mengecat sisi-sisi kapalku dengan warna-warni ¨C kuning matahari terbenam, hijau musim bunga baru, biru kubah langit, merah senjakala yang menjadi kecil. Pada layar dan kemudinya kuukirkan susuk-susuk menakjubkan, menyenangkan mata dan menyenangkan penglihatan.
Tatkala kerjaku selesai, kapal fikiranku laksana pandangan luas seorang nabi, berputar dalam ketidakterbatasan laut dan langit. Kumasuki pelabuhan kotaku, dan orang muncul menemuiku dengan pujian dan rasa terima kasih. Mereka membawaku ke dalam kota, memukul gendang dan meniup seruling.
Ini mereka lakukan kerana bahagian luar kapalku yang dihias dengan cemerlang, tapi tak seorang pun masuk ke dalam kapal fikiranku.
Tak seorang pun bertanya apakah yang kubawa dari seberang lautan
Tak seorang pun tahu kenapa aku kembali dengan kapal kosongku ke pelabuhan.
Lalu kepada diriku sendiri, aku berkata,Aku telah menyesatkan orang-orang, dan dengan tujuh cawan warna telah kudustai mata mereka

Setelah setahun aku menaiki kapal fikiranku dan kulayari di laut untuk kedua kalinya.
Aku berlayar menuju pulau-pulau timur, dan mengisi kapalku dengan dupa dan kemenyan, pohon gaharu dan kayu cendana.
Aku berlayar menuju pulau-pulau barat, dan membawa bijih emas dan gading, batu merah delima dan zamrud, dan sulaman serta pakaian warna merah lembayung.
Dari pulau-pulau selatan aku kembali dengan rantai dan pedang tajam, tombak-tombak panjang, serta beraneka jenis senjata.
Aku mengisi kapal fikiranku dengan harta benda dan barang-barang lhasil bumi dan kembali ke pelabuhan kotaku, sambil berkata, Orang-orangku pasti akan memujiku, memang sudah pastinya. Mereka akan menggendongku ke dalam kota sambil menyanyi dan meniup trompet
Tapi ketika aku tiba di pelabuhan, tak seorangpun keluar menemuiku. Ketika kumasuki jalan-jalan kota, tak seorang pun memerhatikan diriku.
Aku berdiri di alun-alun sambil mengutuk pada orang-orang bahawa aku membawa buah dan kekayaan bumi. Mereka memandangku, mulutnya penuh tawa, cemuhan pada wajah mereka. Lalu mereka berpaling dariku.
Aku kembali ke pelabuhan, kesal dan bingung. Tak lama kemudian aku melihat kapalku. Maka aku melihat perjuangan dan harapan dari perjalananku yang menghalangi perhatianku. Aku menjerit.
Gelombang laut telah mencuri cat dari sisi-sisi kapalku, tak meninggalkan apa pun kecuali tulang belulang yang bertaburan.
Angin, badai dan terik matahari telah menghapus lukisan-lukisan dari layar, memudarkan ia seperti pakaian berwarna kelabu dan usang.
Kukumpulkan barang-barang hasil dan kekayaan bumi ke dalam sebuah perahu yang terapung di atas permukaan air. Aku kembali ke orang-orangku, tapi mereka menolak diriku kerana mata mereka hanya melihat bahagian luar.
Pada saat itu kutinggalkan kapal fikiranku dan pergi ke kota kematian. Aku duduk di antara kuburan-kuburan yang bercat kapur, merenungkan rahsia-rahsianya.

TENANGLAH, hatiku, hingga fajar tiba.
Tenanglah, meskipun prahara yang mengamuk mencerca bisikan-bisikan batinmu, dan gua-gua lembah takkan menggemakan bunyi suaramu.
Tenanglah, hatiku, hingga fajar tiba. Kerana dia yang menantikan dengan sabar hingga fajar, pagi hari akan memeluknya dengan semangat.
NUN di sana! Fajar merekah, hatiku. Bicaralah, jika kau mampu bicara!
Itulah arak-arakan sang fajar, hatiku! Akankah hening malam melumpuhkan kedalaman hatimu yang menyanyi menyambut fajar?
Lihatlah kawanan merpati dan burung murai melayang di atas lembah. Akankah kengerian malam menghalangi engkau untuk menduduki sayap bersama mereka?
Para pengembala memandu kawanan dombanya dari tempat ternak dan kandang.
Akankah roh-roh malam menghalangimu untuk mengikuti mereka ke padang rumput hijau?
Anak lelaki dan perempuan bergegas menuju kebun anggur. Kenapa kau tak berganjak dan berjalan bersama mereka?
Bangkitlah, hatiku, bangkit dan berjalan bersama fajar, kerana malam telah berlalu. Ketakutan malam lenyap bersama mimpi gelapnya.
Bangkitlah, hatiku, dan lantangkan suaramu dalam nyanyian, kerana hanya anak-anak kegelapan yang gagal menyatu ke dalam nyanyian sang fajar.

Puisi Ke 12 : Batu Kelapa
 (Kahlil Gibran)

Dua muda bercermin cahaya,
sesaat terik melepas biasnya di perigi
harap. Jengkal waktu merayap malas, bertali
dua perempuan paruh nafas luruh di tepi daun kaca:
merayu sepasang batu kelapa, terpukul nyata.

Keajaiban bagai memikat beliung
rasa dua muda itu, dan gegas melambung
paruh demi sepasang batu kelapa;
memundak gersang terka.

Tak lama batu kelapa menanak
santannya di tempurung berekor bulu.
Mengasah dua muda untuk menilik: adanya
kisah batu di kelapa selepas gelap.

Puisi Ke 13 : Bayang
 (Kahlil Gibran)

Setiap langkah ku ada dia..
Mengikuti di belakang punggungnya. .
Gelap dan tak terlihat..
Kasat mata..

Terdiam kala banyak yang membicarakannya. .
Seakan tak seorang pun memandang kearah ku..
Sibuk mengagumi pesonanya..
Sibuk meminta senyumannya. .

Akulah sang tak terlihat..
Saat dia berada di dekat ku..

Akulah sang gelap..
Dibalik wajah cerah nya..

Akulah sang kasat mata..
Ada namun seakan tak ada..

Akulah sang bayang..
Sesuatu yang tak dianggap ada..

menunggu

Hari terhitung minggu
Minggu pun menjadi bulan..
Pagi ku mengingat mu
Malam ku mengenangmu

Tetap saja semua sama
Sejak kau pergi..
Ku masih saja menanti mu
Hingga kau kembali
Dan takkan tinggalkan ku lagi..
Entah kapan..

Menunggu mu masih..
Setia tetap ku janji..
Hingga ku dapat kau kembali..
Bersama jalani hari..

Puisi Ke 14 : Cinta
 (Kahlil Gibran)

kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?
ketika kita menangis?
ketika kita membayangkan?
itu karena hal terindah di dunia tdk terlihat

ketika kita menemukan seseorang yang
keunikannya sejalan dengan kita, kita bergabung
dengannya dan jatuh ke dalam suatu keanehan
serupa yang dinamakan cinta.

Ada hal2 yang tidak ingin kita lepaskan,
seseorang yang tidak ingin kita tinggalkan,
tapi melepaskan bukan akhir dari dunia,
melainkan suatu awal kehidupan baru,
kebahagiaan ada untuk mereka yang tersakiti,
mereka yang telah dan tengah mencari dan
mereka yang telah mencoba.
karena merekalah yang bisa menghargai betapa
pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan
mereka.

Cinta yang sebenarnya adalah ketika kamu
menitikan air mata dan masih peduli terhadapnya,
adalah ketika dia tidak memperdulikanmu dan
kamu masih menunggunya dengan setia.

Adalah ketika di mulai mencintai orang lain dan
kamu masih bisa tersenyum dan berkata
aku turut berbahagia untukmu

Apabila cinta tidak bertemu bebaskan dirimu,
biarkan hatimu kembalike alam bebas lagi.
kau mungkin menyadari, bahwa kamu menemukan
cinta dan kehilangannya, tapi ketika cinta itu mati
kamu tidak perlu mati bersama cinta itu.

Orang yang bahagia bukanlah mereka yang selalu
mendapatkan keinginannya, melainkan mereka
yang tetap bangkit ketika mereka jatuh, entah
bagaimana dalam perjalanan kehidupan.
kamu belajar lebih banyak tentang dirimu sendiri
dan menyadari bahwa penyesalan tidak
seharusnya ada, cintamu akan tetap di hatinya
sebagai penghargaan abadi atas pilihan2 hidup
yang telah kau buat.

Teman sejati, mengerti ketika kamu berkata  aku
lupa ,,
menunggu selamanya ketika kamu berkata
tunggu sebentar
tetap tinggal ketika kamu berkata  tinggalkan aku
sendiri
mebuka pintu meski kamu belum mengetuk dan
belum berkata  bolehkah saya masuk ?
mencintai juga bukanlah bagaimana kamu
melupakan dia bila ia berbuat kesalahan,
melainkan bagaimana kamu memaafkan.

Bukanlah bagaimana kamu mendengarkan,
melainkan bagaimana kamu mengerti.
bukanlah apa yang kamu lihat, melainkan apa
yang kamu rasa,
bukanlah bagaimana kamu melepaskan melainkan
bagaimana kamu bertahan.

Mungkin akan tiba saatnya di mana kamu harus
berhenti mencintai seseorang, bukan karena orang
itu berhenti mencintai kita melainkan karena kita
menyadari bahwa orang iu akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya.

kadangkala, orang yang paling mencintaimu adalah
orang yang tak pernah menyatakan cinta
kepadamu, karena takut kau berpaling dan
memberi jarak, dan bila suatu saat pergi, kau akan
menyadari bahwa dia adalah cinta yang tak kau
sadari

Puisi Ke 15 : Cinta (I)
 (Kahlil Gibran) Dari Sang Nabi

Lalu berkatalah Almitra, Bicaralah pada kami perihal Cinta.

Dan dia mengangkatkan kepalanya dan memandang? ke arah kumpulan manusia itu, dan keheningan menguasai mereka. Dan dengan suara lantang dia berkata:

Pabila? cinta menggamitmu, ikutlah ia
Walaupun jalan-jalannya sukar dan curam
Pabila ia mengepakkan sayapnya,
Engkau serahkanlah dirimu kepadanya
Walaupun pedang yang tersisip pada sayapnya akan melukakan kamu.

Pabila ia berkata-kata
Engkau percayalah kepadanya
walaupun suaranya akan menghancurkan mimpimu
seperti angin utara yang memusnahkan taman-taman
kerana sekalipun cinta memahkotakan kamu
Ia juga akan mengorbankan kamu
walaupun ia menyuburkan dahan-dahanmu
ia juga mematahkan ranting-rantingmu
walaupun ia memanjat dahanmu yang tinggi
dan mengusap ranting-rantingmu yang gementar
dalam remang cahaya matahari
ia juga turun ke akar-akarmu
dan menggoncangkannya dari perut bumi

Seperti seberkas jagung
ia akan mengumpulmu untuk dirinya
membantingkanmu sehingga engkau bogel
mengayakkanmu sehingga terpisah kamu dari kulitmu
mengisarkanmu sehingga engkau menjadi putih bersih
mengulimu agar kamu mudah dibentuk
dan selepas itu membakarmu di atas bara api
agar kamu menjadi sebuku roti yang diberkati
untuk hidangan kenduri Tuhanmu yang suci

Semua ini akan cinta lakukan kepadamu
supaya engkau memahami rahsia hatinya
dan dengan itu menjadi wangi-wangian kehidupan
tetapi seandainya di dalam ketakutanmu
engkau hanya mencari kedamaian dan nikmat cinta
maka lebih baiklah engkau membalut dirimu
yang bogel itu
dan beredarlah dari laman cinta yang penuh gelora
ke dunia gersang yang tidak bermusim
di sana engkau akan ketawa
tetapi bukan tawamu
dan engkau akan menangis
tetapi bukan dengan air matamu

Cinta tidak memberikan apa-apa melainkan dirinya
dan tidak mengambil apa-apa melainkan daripada dirinya
cinta tidak mengawal sesiapa
dan cinta tidak boleh dikawal sesiapa
kerana cinta lengkap dengan sendirinya

Dan pabila engkau bercinta
engkau tidak seharusnya berkata
kejadian adalah hatiku, sebaliknya berkatalah:
aku adalah kejadian

Dan janganlah engkau berfikir
engkau boleh menentukan arus cinta
kerana seandainya cinta memberkatimu
ia akan menentukan arah perjalananmu

Cinta tiada nafsu melainkan dirinya
tetapi seandainya kamu bercinta
dan ada nafsu pada cintamu itu
maka biarlah yang berikut ini menjadi nafsumu;
menjadi air batu yang cair
membentuk anak-anak sungai
yang menyanyikan melodi cinta
pada malam yang gelap gelita
untuk mengenal betapa pedihnya kemesraan
untuk merasa luka kerana engkau kini mengenali cinta
dan rela serta gembira
melihat darah dari lukanya
untuk bangun pada waktu fajar dengan hati yang lega
dan bersyukur untuk satu hari lagi yang terisi cinta
untuk beristirehat ketika matahari remang
untuk mengingati kemanidan dalam tidurmu berdoalah untuk kekasihmu
yang bersemadi di dalam hatimu
dengan lagu kesyukuran pada bibirmu

Puisi Ke 16 : Cinta (II)
 (Kahlil Gibran)

Mereka berkata tentang serigala dan tikus
Minum di sungai yang sama
Di mana singa melepas dahaga

Mereka berkata tentang helang dan? hering
Menjunam paruhnya ke dalam bangkai yg sama
Dan berdamai ¨C di antara satu sama lain,
Dalam kehadiran bangkai ¨C bangkai mati itu

Oh Cinta, yang tangan lembutnya
mengekang keinginanku
Meluapkan rasa lapar dan dahaga
akan maruah dan kebanggaan,

Jangan biarkan nafsu kuat terus menggangguku
Memakan roti dan meminum anggur
Menggoda diriku yang lemah ini
Biarkan rasa lapar menggigitku,
Biarkan rasa haus membakarku,
Biarkan aku mati dan binasa,
Sebelum kuangkat tanganku
Untuk cangkir yang tidak kau isi,
Dan mangkuk yang tidak kau berkati

Puisi Ke 17 : Cinta (III)
(Kahlil Gibran)

Kemarin aku berdiri berdekatan pintu gerbang sebuah rumah ibadat dan bertanya kepada manusia yang lalu-lalang di situ tentang misteri dan kesucian cinta.
Seorang lelaki setengah baya menghampiri, tubuhnya rapuh wajahnya gelap.
Sambil mengeluh dia berkata, Cinta telah membuat suatu kekuatan menjadi lemah, aku mewarisinya dari Manusia Pertama.
Seorang pemuda dengan tubuh kuat dan besar menghampiri.
Dengan suara bagai menyanyi dia berkata, Cinta adalah sebuah ketetapan hati yang ditumbuhkan dariku, yang rnenghubungkan masa sekarang dengan generasi masa lalu dan generasi yang akan datang.¯
Seorang wanita dengan wajah melankolis menghampiri dan sambil mendesah, dia berkata,
Cinta adalah racun pembunuh, ular hitam berbisa yang menderita di neraka, terbang melayang dan berputar-putar menembusi langit sampai ia jatuh tertutup embun, ia hanya akan diminum oleh roh-roh yang haus.
Kemudian mereka akan mabuk untuk beberapa saat, diam selama satu tahun dan mati untuk selamanya.¯
Seorang gadis dengan pipi kemerahan menghampiri dan dengan tersenyum dia berkata,
Cinta itu laksana air pancuran yang digunakan roh pengantin sebagai siraman ke dalam roh orang-orang yg kuat,? membuat mereka bangkit dalam doa di antara bintang-bintang di malam hari dan senandung pujian? di depan matahari di siang hari.¯
Setelah itu seorang lelaki menghampiri.
Bajunya hitam, janggutnya panjang dengan dahi berkerut, dia berkata, Cinta adalah ketidakpedulian yang buta. la bermula dari hujung masa muda dan berakhir pada pangkal masa muda.¯
Seorang lelaki tampan dengan wajah bersinar dan dengan bahagia berkata,
Cinta adalah pengetahuan syurgawi yang menyalakan mata kita. Ia menunjukkan segala sesuatu kepada kita seperti para dewa melihatnya.¯
Seorang bermata buta menghampiri, sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya ke tanah dan dia kemudian berkata sambil menangis,
Cinta adalah kabus tebal yang menyelubungi gambaran sesuatu darinya atau yang membuatnya hanya melihat hantu dari nafsunya yang berkelana di antara batu karang, tuli terhadap suara-suara dari tangisnya sendiri yang bergema di lembah-lembah.¯
Seorang pemuda, dengan membawa sebuah gitar menghampiri dan menyanyi,
Cinta adalah cahaya ghaib yang bersinar dari kedalaman kehidupan yang peka dan mencerahkan segala yang ada di sekitarnya.
Engkau bisa melihat dunia bagai sebuah perarakan yang berjalan melewati padang rumput hijau. Kehidupan adalah bagai sebuah mimpi indah yang diangkat dari kesedaran dan kesedaran.¯
Seorang lelaki dengan badan bongkok dan kakinya bengkok bagai potongan-potongan kain menghampiri.
Dengan suara bergetar, dia berkata, Cinta adalah istirahat panjang bagi raga di dalam kesunyian makam, kedamaian bagi jiwa dalam kedalaman keabadian.?
Seorang anak kecil berumur lima tahun menghampiri dan sambil tertawa dia berkata, Cinta adalah ayahku, cinta adalah ibuku. Hanya ayah dan ibuku yang mengerti tentang cinta.
Waktu terus berjalan.
Manusia terus-menerus melewati rumah ibadat. Masing-masing mempunyai pandangannya tersendiri tentang cinta. Semua menyatakan harapan-harapannya dan mengungkapkan misteri-misteri kehidupannya.

Puisi Ke 18 : Cinta Setubuh Padas
(Kahlil Gibran)

Cinta setubuh padas!
Bergelang waktu menggoda
sesal anak rahim di kandung celaka.
Mengunci tabir di buih-buih selaksa doa.

Mungkin karunia itu berakhir patah, atau
sekedar mengusap lempeng cumbu
bertahta angin! Dan cinta kian
menitik air mata di seanyam arang,
mantra hati menyusut di susuk semangat.

Kembalikanlah amarahku; oh, cermin sangga!

Lembut suara angannya mengelus padas,
agar memeluk kerat penguak duri
percintaan bersanding ajal.
Keadilan Cinta
ketika hati melangkah
ketika hasrat menggema
ketika rasa bergetar
saat itu daya tak kuasa
menemukan kekasih hati

dimanakah posisi cinta
dikala hati menginginkannya
apakah cinta hanya sebuah pelampiasan
dari hasrat diri
dimanakah rasa
dikala posisi cinta bergeser

cinta,
adakah cinta untukku
apakah cinta bisa berbuat adil

entahlah­
dayaku tak kuasa lagi untuk menemukan cinta

Puisi Ke 19 : Dua Keinginan
 (Kahlil Gibran)

Di keheningan malam, Sang Maut turun atas hadrat Tuhan menuju ke bumi.
Ia terbang melayang-layang di atas sebuah kota dan mengamati seluruh penghuni dengan tatapan matanya.
Ia menyaksikan jiwa-jiwa yang melayang-layang dengan sayap-sayap mereka, dan orang-orang yang terlena di dalam kekuasaan Sang Lelap.

Ketika rembulan tersungkur di kaki langit, dan kota itu berubah warna menjadi hitam kepekatan,
Sang Maut berjalan dengan langkah tenang di celah-celah kediaman ¨C berhati-hati tidak menyentuh apa-apa pun ¨C
sehingga tiba di sebuah istana. Ia masuk melalui pagar besi berpaku tanpa sebarang halangan dan berdiri di sisi sebuah ranjang ,
dan tika ia? menyentuh dahi? si lena, lelaki itu membuka kelopak matanya dan memandang dengan penuh ketakutan.

Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya, dia menjerit dengan suara ketakutan bercampur aduk kemarahan,
Pergilah kau dariku, mimpi yang mengerikan! Pergilah engkau makhluk jahat! Siapakah engkau ini?
Dan bagaimana mungkin kau memasuki istana ini? Apa yang kau inginkan? Tinggalkan rumah ini dengan segera!
Ingatlah, akulah tuan rumah ini. Nyahlah kau, kalau tidak, kupanggil para hamba suruhanku dan para pengawalku? untuk mencincangmu menjadi kepingan!

Kemudian Maut berkata dengan suara lembut, tapi sangat menakutkan, Akulah kematian, berdiri dan tunduklah padaku.

Dan si lelaki? itu menjawab, Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan benda apa yang kau cari?
Kenapa kau datang ketika urusanku belum selesai? Apa yang kau inginkan dari orang kaya berkuasa seperti aku?
Pergilah sana, carilah orang-orang yang lemah, dan ambillah dia! Aku ngeri melihat taring-taringmu yang berdarah dan wajahmu yang bengis,
dan mataku sakit menatap sayap-sayapmu yang menjijikkan dan tubuhmu yang meloyakan.

Namun selepas tersedar, dia menambah dengan ketakutan, Tidak, tidak, Maut yang pengampun,
jangan pedulikan apa yang telah kukatakan, kerana rasa takut membuat diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya terlarang.
Maka ambillah longgokan emasku semahumu atau nyawa salah seorang dari hamba-hambaku, dan tinggalkanlah diriku­
Aku masih mempunyai urusan kehidupan yang belum selesai dan berhutang emas dengan orang.
Di atas laut aku memiliki kapal yang belum kembali ke pelabuhan, permintaanku..jangan ambil nyawaku­
Ambillah olehmu barang yang kau inginkan dan tinggalkanlah daku. Aku punya perempuan simpanan yang?
luarbiasa cantiknya untuk kau pilih, Kematian. Dengarlah lagi : Aku punya seorang putera tunggal yang kusayangi,
dialah sumber kegembiraan hidupku. Kutawarkan dia juga sebagai galang ganti, tapi nyawaku jangan kau cabut dan tinggalkan diriku sendirian.

Sang Maut itu mengeruh,Engkau tidak kaya tapi orang miskin yang tak sedar diri.?
Kemudian Maut mengambil tangan orang hina itu, mencabut nyawanya,
dan memberikannya kepada para malaikat di langit untuk menghukumnya.

Dan Maut berjalan perlahan di antara setinggan orang-orang miskin hingga ia mencapai rumah paling daif yang ia temukan.
Ia masuk dan mendekati ranjang di mana tidur seorang pemuda dengan kelelapan yang damai.
Maut menyentuh matanya, anak muda itu pun terjaga. Dan ketika melihat Sang Maut berdiri di sampingnya,
ia berkata dengan suara penuh cinta dan harapan, Aku di sini, wahai Sang Maut yang cantik.
Sambutlah rohku, kerana kaulah harapan impianku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku,
kerana kau sangat penyayang dan tak kan meninggalkan diriku di sini. Kaulah utusan Ilahi, kaulah tangan kanan kebenaran.
Bawalah daku pada Ilahi. Jangan tinggalkan daku di sini.

Aku telah memanggil dan merayumu berulang kali, namun kau tak jua datang.
Tapi kini kau telah mendengar suaraku, kerana itu jangan kecewakan cintaku dengan menjauhi diri.
Peluklah rohku, Sang Maut yang dikasihi.

Kemudian Sang Maut meletakkan jari-jari lembutnya ke atas bibir yang bergetar itu,
mencabut nyawanya, dan menaruh roh itu di bawah perlindungan sayap-sayapnya.

Ketika ia naik kembali ke langit, Maut menoleh ke belakang ª ke dunia ¨C dan dalam bisikan amaran ia berkata,
Hanya mereka? di dunia yang? mencari Keabadianlah yang sampai ke Keabadian itu.

Puisi Ke 20 : Fikiran Dan Samadi
(Kahlil Gibran)

Hidup menjemput dan melantunkan kita dari satu tempat ke tempat yang lain;
Nasib memindahkan kita dari satu tahap ke tahap yang lain.
Dan kita yang diburu oleh keduanya, hanya mendengar suara yang mengerikan, dan hanya melihat susuk yang menghalangi dan merintangi jalan kita.
Keindahan menghadirkan dirinya dengan duduk di atas singgahsana keagungan;
tapi kami mendekatinya atas dorongan Nafsu ;
Merenggut mahkota kesuciannya, dan mengotori busananya dengan tindak laku durhaka.
Cinta lalu di depan kita, berjubahkan kelembutan ;
tapi kita lari ketakutan, atau bersembunyi dalam kegelapan, atau ada pula yang malahan mengikutinya, untuk berbuat kejahatan atas namanya.
Meskipun orang yang paling bijaksana terbongkok kerana memikul beban Cinta,
tapi sebenarnya beban itu seiringan bayu pawana Lebanon yang berpuput riang.
Kebebasan mengundang kita pada mejanya agar kita menikmati makanan lazat dan anggurnya ;
tapi bila kita telah duduk menghadapinya, kita pun makan dengan lahap dan rakus.
Tangan Alam menyambut hangat kedatangan kita, dan menawarkan pula agar kita menikmati keindahannya ;
tapi kita takut akan keheningannya, lalu bergegas lari ke kota yang ramai,
berhimpit-himpitan seperti kawanan kambing yang lari ketakutan dari serigala garang.
Kebenaran memanggil-manggil kita di antara tawa anak-anak atau ciuman kekasih,
tapi kita menutup pintu keramahan baginya, dan menghadapinya bagaikan musuh.
Hati manusia menyeru pertolongan ; jiwa manusia memohon pembebasan ;
tapi kita tidak mendengar teriak mereka, kerana kita tidak membuka telinga dan berniat memahaminya.
Namun orang yang mendengar dan memahaminya kita sebut gila lalu kita tinggalkan.
Malampun berlalu, hidup kita lelah dan kurang waspada, s
edang hari pun memberi salam dan merangkul kita.
Tapi di siang dan malam hari, kita sentiasa ketakutan.
Kita amat terikat pada bumi, sedangkan gerbang Tuhan terbuka lebar.
Kita memijak-mijak roti Kehidupan, sedangkan kelaparan memamah hati kita.
Sungguh betapa budiman Sang Hidup terhadap Manusia,
namun betapa jauh Manusia meninggalkan Sang Hidup.

Puisi Ke 21 : Guru
 (Kahlil Gibran)

Barangsiapa mahu menjadi guru,
biarkan dia memulai mengajar dirinya sendiri
sebelum mengajar orang lain,
dan biarkan dia mengajar dengan teladan sebelum mengajar dengan kata-kata.
Sebab mereka yang mengajar dirinya sendiri dengan memperbetulkan perbuatan-perbuatannya sendiri
lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan
daripada mereka yang hanya mengajar orang lain
dan memperbetulkan perbuatan-perbuatan orang lain.

Puisi Ke 22 : Hapus Air Matamu
(Kahlil Gibran)

Hapus air matamu
Aku tak ingin kau menangis lagi sayang
Yakin kan hati
Diriku tak akan memilih meninggalkanmu

Sekian waktu bersama
Tak bisa menepis kenyataan
Kita berbeda jalani keyakinan
Tapi kau yang kuinginkan dari segalanya

Setiap rinduku hanya memanggilmu
Ku yakin kaupun mengerti
Ku tak ingin menanggalkan hati
Yang telah satu untuk dirimu

Sayangku dengarkan aku
Takmungkin ku melepasmu
Kan kupertahankan Kau cinta aku
Dan semua air matamu kan berarti dihidupku

Bawalah cintaku bersamamu
Karena ku tetap miliku selamanya
Dan menikahlah denganku
Bahagialah sampai batas waktu tak terhenti
Ku hanya ingin kau jadi istriku
untukmu satu cinta dihati

Puisi Ke 23 : Ibu
 (Kahlil Gibran)

Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir ¨C bibir manusia.
Dan Ibuku merupakan sebutan terindah.
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.

Ibu adalah segalanya. Ibu adalah penegas kita dilaka lara, impian kta dalam rengsa, rujukan kita di kala nista.
Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun yang kehilangan ibinya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkatinya.

Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu. Matahari sebagai ibu bumi yang menyusuinya melalui panasnya.
Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.

Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan. Bumi menumbuhkan, menjaga dan membesarkannya. Pepohonan
dan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian.

Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.
Penuh cinta dan kedamaian.

Puisi Ke 24 : Kan Ku Abaikan Segala Hasrat Ku
 (Kahlil Gibran)

Kan kuabaikan segala hasratku
Agar kau tenang kan hatimu
Kupertaruhakan semua ragaku
Demi dirimu bintangku

Biarkan ku menggapaimu
Biarkan ku memanjakanmu
Dengan segala rasa yang kumiliki
Dan tak untuk menyakiti

Begitu indah rasa hasratku
Untuk memilikimu
Karena semua hanya hayalku
Apakah kan jadi miliku

Hidup ini indah
Walau takdir kadang tak ramah
Kuharus terus berlari
Sebelum nafasku berhenti
Tuk wujudkan semua mimpi
Menjelang masa depan yang kuingini

Kuingin suatu hari nanti
Bila semua mimpi hati telah kuraih
Ku ingin menghampiri dirimu lagi
Tuk memintamu menjadi pendamping diri Menjadi istriku
Dihatimu akan ku labuhkan cinta terakhirku

Puisi Ke 25 : Kasih Sayang Dan Persamaan
 (Kahlil Gibran) Dari Sang Guru

Sahabatku yang papa, jika engkau mengetahui, bahawa Kemiskinan yang membuatmu sengsara itu mampu menjelaskan pengetahuan tentang Keadilan
dan pengertian tentang Kehidupan, maka engkau pasti berpuas hati dengan nasibmu.

Kusebut pengetahuan tentang Keadilan : Kerana orang kaya terlalu sibuk mengumpul harta utk mencari pengetahuan.
Dan kusebut pengertian tentang Kehidupan : Kerana orang yang kuat terlalu berhasrat mengejar kekuatan dan keagungan bagi menempuh jalan kebenaran.

Bergembiralah, sahabatku yang papa, kerana engkau merupakan penyambung lidah Keadilan dan Kitab tentang Kehidupan.
Tenanglah, kerana engkau merupakan sumber kebajikan bagi mereka yang memerintah terhadapmu, dan tiang kejujuran bagi mereka yang membimbingmu.

Jika engkau menyedari, sahabatku yang papa, bahawa malang yang menimpamu dalam hidup merupakan kekuatan yang menerangi hatimu,
dan membangkitkan jiwamu dari ceruk ejekan ke singgahsana kehormatan, maka engkau akan merasa berpuas hati kerana pengalamanmu,
dan engkau akan memandangnya sebagai pembimbing, serta membuatmu bijaksana.

Kehidupan ialah suatu rantai yang tersusun oleh banyak mata rantai yang berlainan.
Duka merupakan salah satu mata rantai emas antara penyerahan terhadap masa kini dan harapan? masa depan.
Antara tidur dan jaga, di luar fajar merekah.

Sahabatku yang papa, Kemiskinan menyalakan api
keagungan jiwa, sedangkan kemewahan memperlihatkan keburukannya.
Duka melembutkan perasaan, dan Suka mengubati hati yang luka. Bila Duka dan kemelaratan dihilangkan,
jiwa manusia akan menjadi batu tulis yang kosong, hanya memperlihatkan kemewahan dan kerakusan.

Ingatlah, bahawa keimanan itu adalah peribadi sejati Manusia. Tidak dapat ditukar dengan emas;
tidak dapat dikumpul seperti harta kekayaan. Mereka yang mewah sering meminggirkan keimananan, dan mendakap erat emasnya.

Orang muda sekarang jangan sampai meninggalkan Keimananmu, dan hanya mengejar kepuasan diri dan kesenangan semata.?
Orang-orang papa yang kusayangi, saat bersama isteri dan anak sekembalinya dari ladang merupakan waktu yang paling mesra bagi keluarga,
sebagai lambang kebahagiaan bagi takdir angkatan yang akan datang. Tapi hidup orang yang senang bermewah-mewahan dan mengumpul emas,
pada hakikatnya seperti hidup cacing di dalam kuburan. Itu menandakan ketakutan.

Air mata yang kutangiskan, wahai sahabatku yang papa, lebih murni daripada tawa ria orang yang ingin melupakannya,
dan lebih manis daripada ejekan seorang pencemuh. Air mata ini membersihkan hati dan kuman benci,
dan mengajar manusia ikut merasakan pedihnya hati yang patah.

Benih yang kautaburkan bagi si kaya, dan akan kau tuai nanti, akan kembali pada sumbernya, sesuai dengan Hukum Alam.
Dan dukacita yang kausandang, akan dikembalikan menjadi sukacita oleh kehendak Syurga.
Dan angkatan mendatang akan mempelajari Dukacita dan Kemelaratan sebagai pelajaran tentang Kasih Sayang dan Persamaan.

Puisi Ke 26 : Kata Selembar Kertas Seputih Salju
(Kahlil Gibran)

Kata selembar kertas seputih salju,Aku tercipta secara murni, kerana itu aku akan tetap murni selamanya.
Lebih baik aku dibakar dan kembali menjadi abu putih daripada menderita kerana tersentuh kegelapan atau didekati oleh sesuatu yang kotor.

Tinta botol mendengar kata kertas itu. Ia tertawa dalam hatinya yang hitam, tapi tak berani mendekatinya.
Pensil-pensil beraneka warna pun mendengarnya, dan mereka pun tak pernah mendekatinya.
Dan selembar kertas yang seputih salju itu tetap suci dan murni selamanya -suci dan murni- dan kosong.

Puisi Ke 27 : Ku Ingin Tahu Siapa
(Kahlil Gibran)

Dia yang memikat hati
Entah bagaimana caranya
Aku bisa tergoda

Ku curi-curi waktuku
Tuk mengusik hatinya
Banyak cara kucoba
Demi untuk mendapatkan hatinya

Mungkin kau tahu
Tuk mendapatkan nya
Tuhan tolonglah aku
Ingin kumenangkan hatinya tuk miliki

Jika mungkin kutahu apa yang bisa menaklukannya
Belah dadaku tuk butikan cintaku
Mungkin enggkau tahu aku cinta dia
Ingin ku menangkan hatinya tuk kumiliki

Puisi Ke 28 : Lagu Ombak
(Kahlil Gibran)

Pantai yang perkasa adalah kekasihku,
Dan aku adalah kekasihnya,
Akhirnya kami dipertautkan oleh cinta,
Namun kemudian Bulan menjarakkan aku darinya.
Kupergi padanya dengan cepat
Lalu berpisah dengan berat hati.
Membisikkan selamat tinggal berulang kali.

Aku segera bergerak diam-diam
Dari balik kebiruan cakerawala
Untuk mengayunkan sinar keperakan buihku
Ke pangkuan keemasan pasirnya
Dan kami berpadu dalam adunan terindah.

Aku lepaskan kehausannya
Dan nafasku memenuhi segenap relung hatinya
Dia melembutkankan suaraku dan mereda gelora di dada.
Kala fajar tiba, kuucapkan prinsip cinta
di telinganya, dan dia memelukku penuh damba

Di terik siang kunyanyikan dia lagu harapan
Diiringi kucupan-kucupan kasih sayang
Gerakku pantas diwarnai kebimbangan
Sedangkan dia tetap sabar dan tenang.
Dadanya yang bidang meneduhkan kegelisahan

Kala air pasang kami saling memeluk
Kala surut aku berlutut menjamah kakinya
Memanjatkan doa

Seribu sayang, aku selalu berjaga sendiri
Menyusut kekuatanku.
Tetapi aku pemuja cinta,
Dan kebenaran cinta itu sendiri perkasa,
Mungkin kelelahan akan menimpaku,
Namun tiada aku bakal binasa.

Puisi Ke 29 : Mimpi
(Kahlil Gibran)

Kala malam datang dan rasa kantuk membentangkan selimutnya di wajah bumi, aku bangun dan berjalan ke laut,
Laut tidak pernah tidur, dan dalam keterjagaannya itu laut menjadi penghibur bagi jiwa yang terjaga.,

Ketika aku sampai di pantai, kabus dari gunung menjuntaikan kakinya seperti selembar jilbab yang menghiasi wajah seorang gadis.
Aku melihat ombak yang berdeburan. Aku mendengar puji-pujiannya kepada Tuhan
dan bermeditasi di atas kekuatan abadi yang tersembunyi di dalam ombak-ombak itu ¨C kekuatan yang lari bersama angin,
mendaki gunung, tersenyum lewat bibir sang mawar dan menyanyi dengan desiran air yang mengalir di parit-parit.

Lalu aku melihat tiga Putera Kegelapan duduk di atas sebongkah batu.
Aku menghampirinya seolah-olah ada kekuatan yang menarikku tanpa aku dapat melawannya.

Aku berhenti beberapa langkah dari Putera Kegelapan itu seakan-akan ada tenaga magis yang menahanku.
Saat itu, salah satunya berdiri dan dengan suara yang seolah berasal dari dalam laut ia berkata:
Hidup tanpa cinta ibarat pohon yang tidak berbunga dan berbuah. Dan cinta tanpa keindahan seperti bunga tanpa aroma semerbak
dan seperti buah tanpa biji. Hidup, cinta dan keindahan adalah tiga dalam satu, yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah.

Putera kedua berkata dengan suara bergema seperti air terjun,
Hidup tanpa berjuang seperti empat musim yang kehilangan musim bunganya. Dan perjuangan tanpa hak seperti padang pasir yang tandus.
Hidup, perjuangan dan hak adalah tiga dalam satu yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah.

Kemudian Putera ketiga membuka mulutnya seperti dentuman halilintar :

Hidup tanpa kebebasan seperti tubuh tanpa jiwa, dan kebebasan tanpa akal seperti roh yang kebingungan.
Hidup, kebebasan dan akal adalah tiga dalam satu, abadi dan tidak pernah sirna.
Selanjutnya ketiga-tiganya berdiri dan berkata dengan suara yang menggerunkan sekali:

Itulah anak-anak cinta,
Buah dari perjuangan,
Akibat dari kebebasan,
Tiga manifestasi Tuhan,
Dan Tuhan adalah ungkapan
dari alam yang bijaksana.

Saat itu diam melangut, hanya gemersik sayap-sayap yang tak nampak dan getaran tubuh-tubuh halus yang terus-menerus.

Aku menutup mata dan mendengar gema yang baru saja berlalu. Ketika aku membuka mataku,
aku tidak lagi melihat Putera-Putera Kegelapan itu, hanya laut yang dipeluk halimunan.
Aku duduk, tidak memandang apa-apa pun kecuali asap dupa yang menggulung ke syurga.

Puisi Ke 30 : Musim Bunga
(Kahlil Gibran)

Marilah, sayang, mari berjalan menjelajahi perbukitan,
Salju telah cair dan Kehidupan telah terjaga dari lenanya
dan kini mengembara menyusuri pegunungan dan lembah-lembah,
Mari kita ikut jejak-jejak Musim Bunga, yang melangkaui
Ladang-ladang jauh, dan mendaki puncak-puncak perbukitan
®Tuk menadah ilham dari aras ketinggian,
Di atas hamparan ngarai nan sejuk kehijauan.

Fajar Musim Bunga telah mengeluarkan pakaiannya
dari lipatan simpanan, dan menyangkutnya
pada pohon pic dan sitrus , dan mereka kelihatan bagai pengantin dalam upacara tradisi Malam Kedre..

Sulur-sulur daun anggur saling berpelukan bagai kekasih
Air kali pun lincah berlompatan menari ria,
Di sela-sela batuan, menyanyikan lagu riang.

Dan bunga-bunga bermekaran dari jantung alam,
Laksana buih-buih bersemburan, dari kalbu lautan

Kemarilah, sayang: mari meneguk sisa air mata
musim dingin, dari gelas kelopak bunga lili,
Dan menenangkan jiwa, dengan gerimis nada-nada
Curahan simfoni burung-burung yang berkicauan
dan berkelana riang dalam bayu mengasyikkan

Mari duduk di batu besar itu, tempat bunga violet
berteduh dalam persembunyian, dan meniru
Kemanisan mereka dalam pertukaran kasih rindu.

Puisi Ke 31 : Musim Dingin
(Kahlil Gibran)

Dekatlah ke mari, oh teman sepanjang hidupku,
Dekatlah padaku, dan jangan biarkan sentuhan Musim Dingin,
Mencelah di antara kita. Duduklah disampingku di depan tungku,
Sebab nyalaan api adalah satu-satunya nyawa musim ini.

Bicaralah padaku tentang kekayaan hatimu,
Yang jauh lebih besar daripada unsur Alam yang menggelodak
Di luar pintu.
Palanglah pintu dan patri engselnya,
Sebab wajah angkasa menekan semangatku
Dan pemandangan ladang-ladang salju
Menimbulkan tangis dalam jiwaku.

Tuangkan minyak ke dalam lampu, jangan biarkan ia pudar,
Letakkan dekat wajahmu, supaya aku boleh membaca dalam tangis
Apa yang telah ditulis pada wajahmu
Tentang kehidupan kau bersamaku..

Berilah aku anggur Musim Gugur, dan mari minum bersama
Sambil mendendangkan lagu kenangan pada ghairah Musim Bunga
Dan layanan hangat Musim Panas, serta anugerah
tuaian dari Musim Gugur.

Dekatlah padaku, oh kekasih jiwaku; api mendingin dalam tungku,
Menyelinap padam nyalanya satu-satu, dari timbunan abu
Dakaplah aku, sebab aku ngeri akan kesepian.
Lampu meredup, dan anggur minuman membuat mata sayu mengatup.
Mari kita saling berpandangan, sebelum mata tertutup.

Cari aku dengan rabaan, temui daku dalam pelukan
Lalu biarkan kabus malam merangkul jiwa kita menjadi satu
Kucuplah aku, kekasihku, kerana Musim Dingin,
Telah merenggut segala, kecuali bibir yang berkata:
Engkau dalam dakapan, oh Kekasihku Abadi,
Betapa dalam dan kuat samudera lena,
Dan betapa cepatnya subuh­

Puisi Ke 32 : Penyair
 (Kahlil Gibran)

Dia adalah rantai penghubung
Antara dunia ini dan dunia akan datang
Kolam air manis buat jiwa-jiwa yang kehausan,
Dia adalah sebatang pohon tertanam
Di lembah sungai keindahan
Memikul bebuah ranum
Bagi hati lapar yang mencari.

Dia adalah seekor burung nightingale
Menyejukkan jiwa yang dalam kedukaan
Menaikkan semangat dengan alunan melodi indahnya

Dia adalah sepotong awan putih di langit cerah
Naik dan mengembang memenuhi angkasa.
Kemudian mencurahkan kurnianya di atas padang kehidupan. Membuka kelopak mereka bagi menerima cahaya.

Dia adalah malaikat diutus Yang Maha Kuasa mengajarkan Kalam Ilahi.
Seberkas cahaya gemilang tak kunjung padam.
Tak terliput gelap malam
Tak tergoyah oleh angin kencang
Ishtar, dewi cinta, meminyakinya dengan kasih sayang
Dan, nyanyian Apollo menjadi cahayanya.

Dia adalah manusia yang selalu bersendirian,
hidup serba sederhana dan berhati suci
Dia duduk di pangkuan alam mencari inspirasi ilham
Dan berjaga di keheningan malam,
Menantikan turunnya ruh

Dia adalah si tukang jahit yang menjahit benih hatinya di ladang kasih sayang
dan kemanusiaan menyuburkannya

Inilah penyair yang dipinggirkan oleh manusia
pada zamannya,
Dan hanya dikenali sesudah jasad ditinggalkan
Dunia pun mengucapkan selamat tinggal dan kembali ia pada Ilahi

Inilah penyair yang tak meminta apa-apa
dari manusia kecuali seulas senyuman
Inilah penyair yang penuh semangat dan memenuhi
cakerawala dengan kata-kata indah
Namun manusia tetap menafikan kewujudan keindahannya

Sampai bila manusia terus terlena?
Sampai bila manusia menyanjung penguasa yang
meraih kehebatan dgn mengambil kesempatan??
Sampai bila manusia mengabaikan mereka? yang boleh memperlihatkan keindahan pada jiwa-jiwa mereka
Simbol cinta dan kedamaian?

Sampai bila manusia hanya akan menyanjung jasa? org yang sudah tiada?
dan melupakan si hidup yg dikelilingi penderitaan
yang menghambakan hidup mereka seperti lilin menyala
bagi menunjukkan jalan yang benar bagi orang yang lupa

Dan oh para penyair,
Kalian adalah kehidupan dalam? kehidupan ini:
Telah engkau tundukkan abad demi abad termasuk tirainya.

Penyair..
Suatu hari kau akan merajai hati-hati manusia
Dan, kerana itu kerajaanmu adalah abadi.

Penyair..periksalah mahkota berdurimu..kau akan menemui kelembutan di sebalik jambangan bunga-bunga Laurel­

Puisi Ke 33 : Persahabatan
 (Kahlil Gibran)

Dan seorang remaja berkata, Bicaralah pada kami tentang Persahabatan.

Dan dia? menjawab:
Sahabat adalah keperluan jiwa, yang mesti dipenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau tuai dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.
Kerana kau menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa mahu kedamaian.

Bila dia berbicara, mengungkapkan fikirannya, kau tiada takut membisikkan kata Tidak di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata Ya.
Dan bilamana dia diam,hatimu berhenti dari mendengar hatinya; kerana tanpa ungkapan kata, dalam?
persahabatan, segala fikiran, hasrat, dan keinginan dilahirkan bersama dan dikongsi, dengan kegembiraan tiada terkirakan.
Di kala berpisah dengan sahabat, tiadalah kau berdukacita;
Kerana yang paling kau kasihi dalam dirinya, mungkin kau nampak lebih jelas dalam ketiadaannya,
bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.

Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya roh kejiwaan.
Kerana cinta yang mencari sesuatu di luar jangkauan misterinya, bukanlah cinta ,
tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada diharapkan.

Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.
Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenali pula musim pasangmu.
Gerangan apa sahabat itu jika? kau sentiasa mencarinya, untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?
Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!
Kerana dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.
Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria dan berkongsi kegembiraan..
Kerana dalam titisan kecil embun pagi, hati manusia menemui fajar dan ghairah segar kehidupan.

Puisi Ke 34 : Prosa (V)
(Kahlil Gibran)

Aku akan melakukan segala apa yang telah engkau ucapkan tadi
Dan aku akan menjadikan jiwaku sebagai sebuah kelambu yang
menyelubungi jiwamu.
Hatiku akan menjadi tempat tinggal keanggunanmu
serta dadaku akan menjadi kubur bagi penderitaanmu.
Aku akan selalu mencintaimu­sebagaimana padang rumput
yang luas mencintai musim bunga.

Aku akan hidup di dalam dirimu laksana bunga-bunga yang hidup oleh panas matahari.
Aku akan menyanyikan namamu seperti lembah menyanyikan gema loceng di desa
Aku akan mendengar bahasa jiwamu seperti pantai mendengarkan kisah-kisah gelombang.
Aku akan mengingatimu seperti perantau asing yang mengenang tanahair tercintanya,
Sebagaimana orang lapar mengingati pesta jamuan makan,
Seperti raja yang turun takhta mengingati masa-masa kegemilangannya,
Dan seperti seorang tahanan mengingati masa-masa kesenangan dan kebebasan.
Aku akan mengingatimu sebagaimana seorang petani yang mengingati bekas-bekas gandum di lantai tempat simpanannya,
juga seperti gembala mengingati padang rumput yang luas dan
sungai yang segar airnya.

Puisi Ke 35 : Rahasia Biruku
(Kahlil Gibran)

Biru­
aku ingat saat dirimu menatap mataku dengan lembut
dan berkata bahwa cintamu merupakan mahakarya indah penuh makna
yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata
hanya bisa dirasakan dengan hati yang terdalam

biru­
ternyata dirimulah yang bisa membuatku kembali membuka hati
yang tertutup rapat oleh serpihan luka yang lama terpendam
membuatku dapat melupakan semua keraguan jiwa
dan lebih merasakan hangatnya cinta­

biru­
kau mampu memberiku warna yang berbeda di setiap sisi lemahku­
membuatku tertawa, tersenyum, dan lebih semangat menjalani hari-hariku bersamamu
kau juga memberiku rasa tenang, damai, dan juga cinta disampingmu
dengan segala kekuranganku

kau memang spesial di hatiku­
kau juga inspirasi di setiap langkah-langkahku­

biru­
kau sungguh membuatku bersyukur karena memilikimu,
memberi sejuta rasa untuk menghargai cinta dan indahnya kehidupan­

Puisi Ke 36 : Sebutir Debu
(Kahlil Gibran)

Adalah sebutir debu­
Meringkuk kedinginan­ Mengitari bumi tanpa rona
Selimut kecilnya tersapu angkasa
Rajut penghangatnya tercerai tanpa janji
Rindu­
Masih mendekam dalam setiap detak jantung nafasnya
Walau hanya sekedar sapa.. hanya sebatas tanya
Di setiap penat letih dan keterpurukan nya
Dia berlari di tengah gurun gulita
Mengais-ais oase kehangatan
Bintang di tirai angkasa, tak cukup untuk menghangatkan nya
Mencari bulan, namun raib
Mentari, ia pun terlelap.
Biarkan­.
Biarkan saja dia sendiri
Menikmati renungan gulita
Biarkan sang raja malam mengurungnya
Memenjarakan nya dalam gelap
Menghangatkan diri sendiri di perapian bagaskara.

Puisi Ke 37 : Semalam
(Kahlil Gibran)

Semalam aku sendirian di dunia ini, kekasih;
dan kesendirianku­ sebengis kematian­
Semalam diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara­,
Di dalam fikiran malam.
Hari ini­ aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari.
Dan, ia berlangsung dalam seminit dari sang waktu yang melahirkan sekilas pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan­ sekucup ciuman

Puisi Ke 38 : Tanya Sang Anak
(Kahlil Gibran)

Konon pada suatu desa terpencil
Terdapat sebuah keluarga
Terdiri dari sang ayah dan ibu
Serta seorang anak gadis muda dan naif!

Pada suatu hari sang anak bertanya pada sang ibu!
Ibu! Mengapa aku dilahirkan wanita?
Sang ibu menjawab,Kerana ibu lebih kuat dari ayah!
Sang anak terdiam dan berkata,Kenapa jadi begitu?

Sang anak pun bertanya kepada sang ayah!
Ayah! Kenapa ibu lebih kuat dari ayah?
Ayah pun menjawab,Kerana ibumu seorang wanita!!!
Sang anak kembali terdiam.

Dan sang anak pun kembali bertanya!
Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ayah?
Dan sang ayah pun kembali menjawab, Iya, kau adalah yang terkuat!
Sang anak kembali terdiam dan sesekali mengerut dahinya.

Dan dia pun kembali melontarkan pertanyaan yang lain.
Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ibu?
Ayah kembali menjawab,Iya kaulah yang terhebat dan terkuat!
Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat? Sang anak pun kembali melontarkan pertanyaan.

Sang ayah pun menjawab dengan perlahan dan penuh kelembutan. Kerana engkau adalah buah dari cintanya!
Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam. Cinta yang dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu!

Dan kau adalah segalanya buat kami.
Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami.
Tawamu adalah tawa kami.
Tangismu adalah air mata kami.
Dan cintamu adalah cinta kami.

Dan sang anak pun kembali bertanya!
Apa itu Cinta, Ayah?
Apa itu cinta, Ibu?
Sang ayah dan ibu pun tersenyum!
Dan mereka pun menjawab,Kau, kau adalah cinta kami sayang..

Puisi Ke 39 : Wajah-wajah
(Kahlil Gibran)

Waktu tak pernah adil..
Kadang ia berikan waktu yang panjang untuk kesedihan­
Dan ia berikan waktu yang sangat pendek untuk merecap kebahagiaan.
Namun Nikmat-Nya yang mana lagikah yang harus kudustai?

Panjang pendek waktu­ harus kunikmati
Sedih ku syukuri­
Bahagia ku syukuri­
Karena hidup hanya sekali

Ketika ku sedih­
Kuingat mereka yang lebih sedih dariku
Agar aku punya lebih banyak semangat

ketika ku sedih..
kuingat mereka yang sedikitnya mengingatku
Agar ingatan mereka tentangku tak kan pernah pudar

Ketika ku bahagia..
kuingat mereka yang sedang bersedih
agar aku datang dan menghibur mereka
atau menangis bersama

Cinta.. rindu.. benci.. cemburu..
sudah tak ingin kurasakan lagi
Tak mungkin memulai kisah yang tak mungkin terjadi.

Hanya kasih yang ingin kutebarkan
Hanya kasih­

Maka kupejamkan mata dan mengingat wajah-wajah. ..
Wajah-wajah yang pernah mengenalku satu persatu­
Wajah-wajah yang dengan mengingatnya menjadikan ku bahagia
Dan salah satu wajah itu adalah KAU

Sumber : Penyair Terkenal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post